Senin, 17 Januari 2011

MERASA SUDAH MENGENAL TUHAN

Merasa sudah mengenal Tuhan?

Ketika mendengar dari orang atau membaca dari kitab yang Anda percayai mengatakan: ‘Yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhan-nya’, dan Anda memang punya hasrat yang besar untuk mengenal Tuhan, kira-kira apa yang Anda perbuat? Besar kemungkinannya, dengan berbagai cara yang mungkin Anda lakukan, Anda akan berusaha mengenal diri Anda dengan baik bukan?

Nah ... dalam kobaran hasrat dan berbagai upaya untuk mengenal diri Anda sendiri ini, kemudian Anda diperkenalkan dengan seseorang yang menawarkan sebuah metode mengenal diri; kita-kira apa yang terjadi? Sangat boleh jadi Andapun berpikir: ‘Wah ... pucuk dicinta, ulam tiba’ —Inilah yang saya cari-cari ... dan seterusnya ... dan seterusnya ... Anda akan ‘membeli’ metode itu bukan?

Tapi mari kita mundur dulu sedikit. Yakinkah Anda kalau apa yang dimaksud dalam frasa itu memang sudah Anda pahami maksudnya? Bukan secara literal, melainkan secara substantif. Yakinkah Anda? Tahukah Anda mengapa dikatakan demikian? Dan tahukah Anda yang mana yang disebutkan dengan ‘diri’ disini? Apakah lantaran ‘diri’ Anda ini adalah Tuhan, makanya mengenal diri Anda, sama artinya dengan mengenal Tuhan? Begitukah?

Ataukah sebaliknya; karena Anda sangat sadar kalau Anda sendiri bukan Tuhan, hanyalah ciptaan-Nya, maka dengan mengenal diri Anda —yang bukan Tuhan itu— maka Andapun akan mengenal Tuhan, yang adalah ‘bukan diri Anda’, karena yang ada hanyalah Anda dan Tuhan Anda itu. Apa begitu?

Dan, sedikit mundur lagi, mengapa Anda ingin mengenal Tuhan? Tidakkah cukup mengenal diri Anda saja dengan baik, sebab dengan begitu Anda lebih mungkin untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik? Belum cukupkah itu buat Anda?

Saya rasa, frasa bijak itu —terlebih lagi kalau ia dilontarkan oleh seorang nabi atau berasal dari kitab suci— tidaklah seharfiah dan sedangkal itu makna substantifnya. Belum lagi kebanyakan dari kita umumnya masih belum mampu melepaskan anggapan-keliru —yang sangat fundamental ini— kalau ‘diri’ ini hanyalah sebatas jasad-kasar ini saja, sebatas tataran fisikal-biologis ini saja.

Kalau memaknai frasa itu saja kita tidak becus, keliru, akankah kita menyikapinya dengan benar? Makanya, tidaklah mengherankan kalau, sangat mudah kita temukan orang-orang yang ‘merasa’ sudah mengenal Tuhan-nya, tetapi bertingkah sama-sekali tidak-tahu-diri.


Bali, Senin, 03 Nopember 2008.

__________________________

Baca juga: “‘Memanusiakan Tuhan’ ataukah ‘Menuhankan manusia’?”, “Tuhanmu bukan Tuhanku?”, “Manusia menetapkan kriteria TUHAN?”, dan yang lain.

Edisi sebelumnya bisa dibuka di:

1 komentar:

  1. KESADARAN ILLAHI

    Initinya kan begini bahwa Tuhan semesta alam ini menciptakan segala sesuatu berdasarkan kebenaran, semua terdiri dari sistem yang benar dan saling terkait dengan mekanisme yang benar. Jadi, kebenaran itulah kesadaran Ilahiah. Lha, kebenaran sendiri adalah sesuatu yang berjalan di atas landasan hukum yang benar untuk eksistensinya keberadaan ini. Oleh para filsuf semua ini dikatakan sebagai keberadaan yang harmonis dan senantiasa sinkron. Bila tidak harmonis dan sinkron ya akan kacau balau alam semesta ini.

    BalasHapus