Minggu, 01 November 2009

MENGENAL AKHIRAT

 
Semua orang-orang yang percaya dengan Al-Qur’an dan Hadis mengetahui tentang kebahagiaan di Surga dan keazaban di Neraka yang akan dirasakan di Akhirat kelak.

Tetapi banyak orang yang tidak mengetahui adanya Surga dan Neraka Ruhaniah.

Berkenaan Surga Ruhaniah ini, Alloh pernah berfirman kepada Nabinya :

“mata tidak pernah melihat, telinga tidak pernah mendengar, dan hati tidak pernah berfikir tentang hal-hal yang disediakan bagi orang-orang yang sholeh.”

Dalam hati orang-orang yang diberi Nur (cahaya) oleh Alloh s.w.t, ada satu pintu yang terbuka menghadap kepada hakikat-hakikat Alam Keruhaniaan, dan dengan itu ia tahu rasa pengalaman sebenarnya, bukan omong-omong kosong saja atau kepercayaan yang turun-menurun, berkenaan apa yang mendatangkan kerusakan dan apa yng mendatangkan kebahagiaan dalam Jiwa (ruh) sebagaimana terangnya dan pastinya dokter-dokter mengetahui apa yang menyebabkan sakit dan apa yang menyebabkan kesehatan pada tubuh.

Dia tahu bahwa mengenal Alloh dan ibadat itu adalah obat penawar, dan jahat serta dosa itu adalah racun bisa kepada ruh.

Banyak orang, bahkan orang-orang “Alim”, karena membabi buta mencela pendapat orang lain, tidak yakin sebenarnya dalam kepercayaan mereka tentang kebahagiaan dan azab ruh di Akhirat nanti. Tetapi orang yang penuh keyakinan tanpa diganggui oleh perasangka akan mencapai keyakinan penuh dalam hal ini.

Manusia ada dua jiwa (Ruh) yaitu Ruh Kehewanan dan Ruh Insan (Ruh Keruhanian). Ruh Keruhanian ini adalah tabiatnya bersifat malaikat. Tempat duduk Ruh kehewanan ialah hati. Dari hati itu ruh ini keluar seperti uap halus dan meliputi semua anggota tubuh, yang memberi dan penglihatan kepada mata, dia mendengar kepada telinga, dan dia pada tiap-tiap anggota yang lain untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Ruh ini bolehlah diibaratkan sebagai lampu rumah dalam sebuah rumah. Cahayanya menyinari dinding rumah itu. Hati itu ibarat sumbu lampu tersebut. Apabila minyak terputus karena sebab-sebab tertentu, maka padamlah lampu itu. Demikianlah juga matinya ruh binatang (ruh kehewanan) itu.

Berlainan dengan Ruh Keruhanian. Ruh Keruhanian itu tidak boleh dipecah-pecah atau dibagikan-bagikan. Dengan ruh inilah manusia mengenal Tuhannya. Bolehlah dikatakan bahwa Ruh Keruhanian ini adalah penunggang ruh kehewanan itu. Meskipun Ruh kehewanan mati dan hancur binasa, namun Ruh Keruhanian itu tetap hidup dan tidak binasa. Ruh keruhanian ini ibarat penunggang yang telah turun dari kudanya atau ibarat pemburu yang telah hilang senjatanya, apabila seseorang itu meninggal dunia. Kuda dan senjata itu diberi kepada ruh manusia itu supaya dengan itu ia dapat memburu dan menangkap Cinta dan Makrifat kepada Alloh. Jika buruan tadi telah ditangkap, maka tidaklah ada sesal dan duka lagi. Sebaliknya suka dan puas hatilah ia dan dapatlah ia meletakkan senjata dan kuda keletihan itu ke tepi Berhubung dengan hal ini,

Nabi pernah dan bersabda :

“Mati itu adalah hadiah dari Alloh kepada orang-orang mukmin.”

Tetapi sayang sekali, seribu kali sayang bagi ruh yang kehilangan kuda dan senjata sebelum ia dapat menangkap barang buruan itu. Tidaklah terkira lagi sesal dan dukanya.

Kita akan terangkan lebih lanjut bagaimana berbedanya Ruh Insan atau Ruh Keruhanian itu dari tubuh dan anggotanya. Anggota tubuh mungkin lumpuh dan tidak berkerja lagi. Tetapi ruh tidak rusak apa-apa. Begitu juga tubuh sekarang ini, tidak lagi tubuh kita semasa bayi dahulu, bahkan berbeda langsung. Tetapi keperibadian kita sekarang adalah serupa dengan keperibadian kita di masa bayi dahulu.

Nampaklah kepada kita betapa kekalnya ruh itu meskipun tubuh telah hancur binasa.

Ruh ini kekal bersama dengan sifat-sifatnya yang tidak bersangkutan dengan tubuh seperti Cinta kepada Alloh dan Makrifat Alloh.

Inilah yang dimaksud oleh Al-Quran :

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Mujaadilah:22)

Tetapi jika kita meninggal dunia tidak membawa ilmu atau pengenalan tentang Alloh (makrifat) dan sebaliknya mati dalam Jahil tentang Alloh, di mana Jahil itu adalah satu dari sifat penting juga, maka teruslah kita dalam kegelapan ruh dan azab sengsara. Sebab itu Al-Quran ada menyatakan:

Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). ( Al -Israil:72)

Sebab Ruh lnsan kembali ke Alam Tinggi itu ialah karena asalnya di sana dan tabiatnya bersifat kemalaikatan. Ruh Insan itu dihantar ke alam rendah atau dunia ini, berlawanan dengan kehendaknya, dengan tujuan mencari pengetahuan dan pengalaman, seperti firman Alloh dalam Al-Qur’an :
Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Al Baqoroh:38)
dan firman Alloh lagi :
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Al-Hijr:29)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tempat asal Ruh Insan itu ialah dari Alam Tinggi sana .

Kesehatan Ruh Kehewanan atas keseimbangan bagian-bagian. Apabila keseimbangan ini telah cacat, maka dapat diperbaiki dengan obat-obat yang sesuai. Maka begitu jugalah kesehatan Ruh Insan , ia terdiri ada keseimbangan akhlak.

Ke seimbangan akhlak ini dipelihara dan diperbaiki. Dengan arahan-arahan kesusilaan (akhlak) dan ajaran akhlak.

Berkenaan wujudnya Ruh Insan ini di akhirat kelak, maka kita telah tahu bahwa Ruh Insan itu adalah tidak terikat kepada tubuh. Segala bantahan terhadap wujudnya ruh ini selepas mati adalah berdasarkan pada prasangka, ia terpaksa mendapatkan semula tubuhnya yang di dunia dulu yang telah hancur menjadi tanah. Setengah orang menyangka Ruh Insan itu binasa setelah mati, kemudian diwujudkan dan dihidupkan semula. Tetapi ini adalah berlawanan dengan Akal dan juga Al-Qur’an. Akal membuktikan bahwa mati itu tidak membinasakan hakikat seseorang itu dan Al-Qur’an mengatakan :

“Janganlah kamu berkira-kira bahwa orang-orang yang mati (gugur) di jalan Alloh mati, bahkan mereka itu hidup di sisi TuhanNya dengan mendapat rezeki” (Al-Imran:169)

Tidak ada satu perkataan pun yang tersebut dalam hukum berkenaan orang-orang yang mati itu telah binasa, dan orang itu baik atau jahat, bahkan Nabi SAW. pernah bertanya kepada Ruh orang-orang kafir yang terbunuh, apakah mereka telah menjumpai hukum yang baginda katakan kepada mereka itu, benar atau bohong. Apabila sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada baginda apakah faedahnya bertanya kepada mereka yang telah mati, baginda menjawab :

“Mereka mendengar kata-kataku lebih jelas dari kamu mendengarnya”.

Ada juga orang-orang Sufi yang dibukakan hijab bagi mereka. Maka nampaklah oleh mereka syurga dan neraka, dalam keadaan mereka itu tidak sadar diri. Setelah mereka sedar semula, muka mereka menunjukkan apa yang mereka lihat itu, apakah syurga atau neraka. Jika muka mereka menunjukkan tanda-tanda gembira dan senang, maka itulah tanda mereka telah melihat syurga. Jika mereka seperti orang ketakutan dan cemas, itulah tanda mereka melihat neraka. Tetapi pandangan seperti ini tidaklah perlu untuk membuktikan apa yang akan terjadi itu kepada tiap-tiap orang yang berfikir, yaitu apabila mati telah melepaskan inderanya pergi dan segalanya hilang kecuali peribadinya saja yang tinggal dan jika semasa di dunia ini ia sangat terikat kepada benda yang dipandang oleh indera saja seperti isteri, anak, harta-benda, tanah, uang ringgit, dan sebagainya, maka tentu sekali ia akan terazab apabila semua itu telah hilang darinya.

Sebaliknya jika ia semampunya memalingkan mukanya dari segala benda di dunia dan menumpukan Cinta kepada Alloh Taala, maka jadilah mati itu sebagai cara melepaskan diri dari tanggapan dan kaitan dunia, dan teruslah ia berpadu dengan Alloh yang diCintainya. Sebab itulah Nabi SAW. pernah bersabda,
“Mati itu ialah jaminan yang menyambungkan sahabat dengan sahabat”.

dan sabda beliau lagi :

“Dunia ini syurga bagi orang kafir, tetapi penjara bagi orang mukmin”.

Sebaliknya pula, Azab sengsara yang dirasakan oleh Ruh itu setelah mati adalah berpuncak dari terlalu kasih kepada dunia.

Nabi pernah mengatakan bahwa tiap-tiap orang kafir setelah mati akan diazab oleh 99 ekor ular. Tiap-tiap seekor ada sembilan kepala.

Ada juga orang yang bodoh. Mereka menggali kubur orang kafir dan melihat tidakpun ada ular di situ. Mereka tidak sedar bahwa ular itu berada dalam Ruh si Kafir dan ular itu telah ada di situ bahkan sebelum ia mati lagi, kerena ular itu adalah sebenarnya sifat-sifat jahat mereka sendiri. Diperlambangkan yaitu sifat-sifat dengki, benci, menafiq, sombong, penipu dan lain-lain. Semua itu secara langsung atau tidak langsung adalah karena terlampau Kasih Kepada Dunia. Itulah akibat mereka yang digambarkan oleh Al-Qur’an dengan:
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (An Nahl:22)

Jika ular itu hal di luar diri mereka, bolehlah mereka lepas dari siksaan itu barang sebentar, tetapi sebenarnya ular itu ialah sifat-sifat mereka sendiri. Bagaimana mereka hendak melepaskan diri ???

Kita ibaratkan demikian, Katalah seorang yang menjual hamba perempuan tanpa mengetahui bagaimana kasihnya ia kepada si hamba itu hinggalah hamba itu telah jauh darinya. Lama kelamaan, cintanya itu bertambah hebat dan kuat benar hingga maulah ia menyiksa dirinya. Cinta itu menyiksanya seperti seekor ular yang telah menggigitnya hingga pingsan, dan kemudian coba menghujamkan dirinya ke dalam api atau terjun ke air untuk lari dari siksaan itu.

Demikianlah misalnya akibat kasih kepada dunia dan bagi mereka yang ada berperasaan itu selalu, tidak sadar hinggalah ia meninggal dunia. Maka kemudian itu siksaan rindu dam birahi yang sia-sia bertambah hebat hingga ia lebih suka menukarkannya dengan berapa banyak pun ular dan kala.
Oleh karena itu, tiap-tiap orang berbuat dosa membawa bersamanya ke akhirat alat-alat penyiksaannya sendiri.

Al-qur’an ada menerangkan :

” dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainulyaqin, “. (Al-Takatsur:07)
dan firman Alloh Taala lagi;

” Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir ” (Al-Taubah:49)

Dia (Alloh) tidak berkata;

“Akan meliputi mereka”. karena liputan itu telah pun ada sekarang juga.
Mungkin ada orang yang membantah; “Jika demikian keadaannya, siapakah yang akan dapat melepaskan diri dari neraka, karena sedikit sebanyak manusia itu pasti ada neraka di dunia?

Kami menjawab:

Ada juga orang, khususnya Faqir. Mereka ini melaksanakan kaitan cintanya kepada dunia. Walaupun begitu, ada juga orang yang beristeri, beranak, berumah-tangga dan lain-lain lagi, walaupun mereka ada kaitan dengan semua itu, namun Cinta mereka terhadap Alloh tidak ada tandingan dan mereka lebih Cinta kepada Alloh melebihi dari yang lain.

Mereka ini adalah seperti orang yang ada berumah-tangga di sebuah bandar yang dicintainya. Tetapi apabila Raja atau Pemerintah memberinya jabatan untuk bertugas di bandar yang lain, dia rela berpindah ke bandar itu karena jabatan itu lebih dicintai dari rumah-tangganya di bandar itu. banyak Ambiya’ dan Aulia yang sedemikian ini.

Sebagian besar pula manusia yang ada sedikit Cinta kepada Alloh, tetapi sangat cinta kepada dunia. Maka dengan itu mereka terpaksalah menerima azab di akhirat sebelum mereka dibersihkan dari karat-karat cinta kepada dunia itu. Ramai orang yang mengaku Cinta kepada Alloh, tetapi seseorang itu harus menilainya dan menguji dirinya dengan memerhatikan kemanakah cenderung lebih berat kalau perintah Alloh bertentangan dengan kehendak nafsunya?

Orang yang mengatakan Cinta kepada Alloh tetapi tidak dapat menahan dirinya darinya dan tidak patuh kepada Alloh, maka orang itu sebenarnya berbicara bohong.

Kita telah perhatikan di atas bahwa satu jenis Neraka Keruhanian ialah berpisah secara paksa dari keduniaan dengan keadaan itu sangat terkait dan terikat dengan keduniaan itu. Banyak pula orang yang membawa dalam diri mereka, kuman-kuman neraka seperti ini tanpa mereka sadari.

Di akhirat kelak, mereka akan merasa diri mereka seperti Raja yang diturunkan dari takhta kerajaan dan dijadikan alat gelak ketawa orang ramai, pada hal sebelum ini mereka hidup dengan mewah dan senang senang.

Jenis Neraka Keruhanian yang kedua ialah Malu, yaitu apabila manusia itu tersadar dan melihat keadaan perbuatan yang dilakukan dalam keadaan hakiki yang sebenarnya tanpa selindung lagi. Orang yang membuat fitnah akan melihat dirinya dalam bentuk orang yang memakan daging saudaranya sendiri, dan orang yang iri dengki seperti yang melempar batu kepada tembok dan batu itu mental ke belakang lalu mengenai mata anaknya sendiri.

Jenis neraka seperti ini, yaitu Malu, bolehlah dilambangkan dengan ibarat berikut. Katakanlah seorang Raja merayai perkawinan anak lelakinya. Di waktu petang, orang muda itu pergi bersama sahabatnya berjalan-jalan dan tidak lama kemudian kembali ke Istana (dalam keadaan mabuk) . Dia masuk ke sebuah Dewan di mana api (lilin) sedang menyala. Ia berbaring. Disangkanya ia berbaring dekat isterinya. Besoknya, apabila ia sadar semula, terperanjatlah ia apabila dilihatnya dirinya berada dalam Rumah Mayat orang-orang Majusi. Tempat berbaringannya itu ialah keranda mayat itu dan bentuk orang yang disangkakan isterinya itu ialah sebenarnya mayat seorang perempuan tua yang mulai busuk dan keriput. Ia pun keluar dari Rumah Mayat itu dengan pakaian yang kotor dan rupa yang lusuh. Alangkah malunya ia berjumpa dengan ayahnya, Raja itu bersama dengan pengiring-pengiringnya. Demikianlah gambaran Malu yang dirasakan di akhirat kelak oleh mereka yang di dunia ini tamak dan sombong dan menumpukan seluruh jiwa raga kepada apa yang mereka sangka sebagai keindahan dan kenikmatan.

Nereka Keruhanian Yang Ketiga ialah sesal dan putus asa dan gagal mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.

Manusia dijadikan untuk Mencerminkan Cahaya Makrifat Alloh. Tetapi jika ia kembali ke akhirat dengan jiwanya penuh mabuk dan karat hawa nafsu, maka gagal lah ia mencapai tujuan hidupnya di dunia ini. Sesal atau putus asanya boleh digambarkan demikian.
Katalah seseorang melewatii hutan yang gelap bersama kawan-kawannya. Di sana sini terlihat kilauan cahaya batu yang berwarna-warni. Kawannya memungut batu itu dan menasihatnya supaya berbuat demikian juga. Kawannya berkata, “Batu ini sangat mahal harganya di tempat yang kita akan pergi sana “. Tetapi beliau mentertawakan mereka dan mengatakan mereka bodoh karena mengharapkan keuntungan yang sia-sia yang belum tentu lagi. Dia pun terus berjalan. Akhirnya mereka pun keluarlah dari hutan yang gelap itu setelah berjalan beberapa lama. Mereka dapati batu itu sebenarnya batu Delima, Intan Berlian dan sangat bernilai dan berharga. Alangkah sesal dan putus asanya ia karena tidak mahu mengutip batu-batu itu dahulu. Begitulah ibaratnya orang yang sesal di akhirat kelak karena semasa mereka hidup di dunia ini mereka lalai dan tidak berusaha untuk mendapatkan intan permata kebajikan dan perbendaharaan agama.

Perjalanan Insan melalui dunia ini bolehlah di-bahagi-bahagikan kepada empat peringkat :
Peringkat Nafsu,
Peringkat Percobaan,
Peringkat Naluri dan
Peringkat Berakal.

Dalam Peringkat Pertama, manusia itu adalah ibarat keledai. Meskipun ia ada penglihatan, tetapi tidak ada ingatan. Ia terus membakar dirinya berkali-kali ke dalam api lampu yang sama itu juga.

Dalam Peringkat Kedua, ia adalah ibarat anjing , apabila dipukul sekali akan lari apabila melihat kayu selepas itu.

Dalam Peringkat Ketiga, manusia itu ibarat kuda atau biri-biri. Kedua-duanya akan lari secara naluri, apabila melihat singa atau serigala, karena haiwan itu adalah musuhnya semula jadi. Tetapi meeka tidak lari apabila melihat unta atau lembu, meskipun binatang-binatang itu lebih besar dari tubuhnya.
Dalam Peringkat Keempat, manusia itu melampaui perbatasan binatang dan boleh sedikit sebanyak melihat ke hari depan dan mempersiapkan untuk hari yang akan datang.

Pergerakannya mula-mula bolehlah diumpamakan seperti berjalan di atas tanah, kemudian mengembara atas lautan dalam kapal, kemudian ia mengenal hakikat-hakikat hingga dapat berjalan di atas air lait. Di atas peringkat itu ada satu taraf lagi yang diketahui oleh Ambiya dan Aulia Alloh, kemajuan mereka diibaratkan sebagai burung terbang.

Oleh yang demikian, manusia dapat wujud dalam beberapa peringkat dari binatang hingga ke Malaikat. Di sini juga terletak bahayanya, yaitu mungkin terjatuh ke taraf yang paling bawah dan rendah. Dalam Al-Qur’an ada tercantum,

” Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh “. (Al-ahzab:72)

Binatang dan Malaikat tidak dapat merubah peringkat atau pangkat yang ditetapkan kepada mereka, tetapi manusia boleh turun ke tempat atau peringkat yang paling bawah, atau pun naik ke peringkat Malaikat. Inilah maksud “beban” yang dimaksudkan itu. Kebanyakan manusia memilih tempat dalam dua peringkat yang bawah seperti tersebut dahulu. Tempat yang tetap selalunya tidak disukai oleh orang yang mengembara.

Kebanyakan mereka dalam peringkat atau kelas yang bawah itu karena tidak ada kepercayaan yang penuh dan tetap tentang hari Akhirat itu. Kata mereka, Neraka itu adalah rekaan orang-orang Agama saja untuk menakut-nakutkan orang ramai, dan mereka pandang hina terhadap orang-orang Agama. Untuk bertengkar dengan mereka ini tidaklah berguna. Cukuplah bertanya kepada mereka demikian untuk membuat mereka merenung sebentarnya,

“Adakah kamu anggap 124, 000 orang Nabi dan juga Aulia Alloh itu semuanya percaya dengan Hari Akhirat itu semuanya salah dan kamu itu saja yang betul?”.
Jika ia menjawab, “Ya, saya percaya sebagaimana percaya saya dua itu lebih dari satu. Saya penuh yakin tidak ada Ruh dan tidak ada bahagia dan hidup sengsara di Hari Akhirat”.

Maka orang seperti itu tidak ada harapan lagi. Biarkanlah mereka di situ. Kenanglah nasihat Al-Qur’an;

” Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka, dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya “ (Al-Kahfi:57)

Tetapi sekiranya orang itu berkata bahwa hidup di Akhirat itu adalah satu kemungkinan tetapi doktrin(kepercayaan) itu penuh dengan keraguan dan kesulitan. Maka tidaklah mungkin untuk membuat keputusan sama ada hal itu betul atau tidak. Maka bolehlah dikatakan kepadanya,

“Lebih baik kamu fikirkan. Kalau kamu lapar hendak makan dan tiba-tiba ada orang berkata kepadamu dalam makanan itu ada racun yang diludahkan oleh seekor ular yang bisa. Kamu mungkin enggan memakan makanan itu dan kamu rasa lebih baik tahankan saja lapar itu, meskipun orang yang berkata itu mungkin berbohong atau melawak saja”.

Atau pun katalah kamu sedang sakit dan seorang pembuat Azimat berkata :

“Beri saya uang dan saya boleh tuliskan satu Azimat untuk kamu gantung pada leher dan Azimat itu akan menyembuhkan sakitmu”.

Mungkin kamu memberi orang itu uang untuk membuat Azimat itu dengan harapan mendapat faedah dari Azimat itu. Atau jika seorang ahli Nujum berkata :

“Apabila bulan masuk ke falak bintang yang tertentu, minumlah sekian-sekian obat, maka sembuhlah kamu”.

Meskipun tidak percaya dengan Ilmu Nujum, namun kamu mungkin mencobanya dengan harapan supaya disembuhkan.

Tidakkah kamu berfikir bahwa adalah lebih baik bergantung kepada perkataan para Ambiya’, Auliya’ dan orang-orang Sholeh itu tentang Hari Akhirat itu lebih baik daripada percaya akepada penulis Azimat atau Ahli Nujum?

Ada orang yang belayar dalam kapal menembus lautan yang penuh ombak gelombang yang menelan manusia semata-mata dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang sedikit, kenapa pula kamu tidak kamu berkorban sedikit pun di dunia ini karena untuk kebahgiaan yang abadi di Akhirat kelak?

Pernah Sayyidina Ali berkata kepada seorang Kafir; ” Jika pendapat kamu betul, kedua kita akan merugilah di Akhirat kelak, tetapi jika kami betul, maka terlepaslah kami dan kamulah yang akan menderita”.

Beliau berkata demikian bukan karena beliau ragu-ragu, tetapi semata-mata untuk menyadarkan orang Kafir itu.

Dari apa yang kita baca di atas itu, maka tahulah kita bahwa tugas utama hidup manusia di dunia ini ialah untuk membuat persediaan bagi Akhirat. Walaupun seorang itu ragu kehidupan di Akhirat itu, Akal mencadangkan supaya orang itu bertindak seolah-olah ianya ada, memandangkan hal-hal besar yang akan ditempuh kelak. Selamat sejahteralah mereka yang menurut ajaran Alloh dan RasulNya.

Terjemahan Kitab Kimyatusy- Sya’adah – KIMIA KEBAHAGIAAN – Karya : Imam Al-Ghazali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar